"Kadangkala kegelapan tidak datang mendadak. Ia meresap perlahan seperti kabus yang menyelinap ke dalam ruang yang dulunya cerah bercahaya."
Saya masih ingat pada suatu pagi — biasa sahaja di luar, tapi tidak di dalam. Saya bangun dengan rasa berat di dada, seolah-olah ada sesuatu yang tertinggal semalaman dalam jiwa, tapi saya tak tahu apa.
Ia bermula dengan perkara kecil:
Nada suara yang tiba-tiba berubah.
Mesej-mesej yang mula bernada play victim.
“Kenapa awak nampak macam marah saya?” "Apa salah saya?" soalnya, bila saya cuma diam.
Tapi hati saya enggan terima mesej-mesej itu sebagai bentuk manipulasi. Saya masih rasionalkan diri sendiri...
“Dia mungkin penat.”
“Saya mungkin terlalu sensitif.”
“Mungkin ini salah saya.”
Di situlah hari-hari gelap saya bermula — the days of emotional confusion. Bila sempadan antara empati dan manipulasi menjadi kabur. Bila saya terlalu ingin menjaga hati orang, sampai saya hilang arah untuk menjaga diri sendiri.
Saya mula perasan perubahan pelik pada emosi sendiri:
-
Saya rasa bersalah tanpa sebab.
-
Saya minta maaf atas perkara yang saya tak buat.
-
Saya mula waspada dengan diri sendiri — “adakah saya tak cukup baik?”
Hubungan kami... terlalu rapat, terlalu cepat. Saya seolah-olah dipamerkan di atas pedestal pada hari ini, dan keesokannya saya jadi musuh tanpa saya tahu kenapa.
Saya berada dalam emotional roller coaster yang sangat memenatkan. Ada hari saya dipuji, dipeluk, diberikan kemesraan dan kepercayaan. Tapi esoknya saya didiamkan, diperli, dan diugut dengan penolakan emosi.
Kata-kata dan sangkaan-sangkaannya terhadap orang lain juga menjadi senjata yang mematahkan sayap saya perlahan-lahan.
Waktu itu saya belum tahu istilah trauma bonding, gaslighting, atau emotional abuse. Saya cuma tahu satu hal: saya penat. Tapi saya tak tahu apa yang memenatkan itu. Tubuh saya sihat. Kerja saya jalan. Tapi hati saya... lelah. letih. Penat.
Dan pada suatu malam — yang saya masih ingat sehingga kini — saya menangis tanpa tahu sebab. Itulah petanda pertama, jiwa saya sedang minta diselamatkan.
Nota Refleksi:
Kini bila saya menoleh ke belakang, saya tahu bahawa those were the red flags. Dan saya ingin berpesan kepada sesiapa yang membaca perkongsian ini:
🌑 Trust the discomfort.
🌑 Rasa pelik yang awak tak boleh namakan — ia adalah mesej dari diri sendiri.
🌑 Kegelapan emosi bukan kelemahan. Ia panggilan untuk kita kembali kepada cahaya.
Saya akan kongsikan satu demi satu bagaimana saya bangkit — bukan sebagai mangsa, tetapi sebagai wanita yang akhirnya berani menyayangi dirinya semula.
Comments
Post a Comment